masukkan script iklan disini
Pelaut Online - Pelaut Senior Salut Statement CEO Indofood, Bapak FRANSISCUS WELIRANG Tentang Nasib Pelaut Yang Kurang Di Perhatikan Pemerintah .
Usai hadiri dan menjadi Saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang merasa kurang puas karena awalnya ingin membacakan Testimoni Pelaut Senior yang sudah dipersiapkan tapi tidak diperkenankan oleh Hakim Ketua dan hanya menerima pertanyaan baik dari kuasa hukum pelaut penggugat maupun pengacara PP KPI Cikini.
Sehingga untuk mengungkap secara utuh tentang aset KPI yang merupakan kekayaan organisasi yang lepas dari kekayaan pengurusnya tidak tercapai sasaran. Tentu patut disampaikan permintaan maaf dan maklumnya.
Terkadang memang apa yang diniatkan tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan, namun bersyukur bisa diterima untuk memberi kesaksian kendati dalam memberi jawaban kepada kedua pengacara tidak bisa seutuhnya sesuai dengan yang tertulis dalam testimoni yang konon hanya bisa diserahkan oleh Kuasa Hukum Pelaut Penguggat kepada Majelis Hakim di pesidangan pekan depan. Semoga pesan Hakim Ketua bisa dilakukan oleh Kuasa Hukum Pelaut untuk serahkan Testimoni Pelaut Senior tertulis dan sudah dijild ke Majelis Hakim pekan depan.
Sesuai dengan jadwal hari Selasa, 2 Agustus 2016, sore harinya jam 17.00 WIB, lalu menuju ke Hotel Sofyan Betawi Menteng, Jakarta Pusat (dekat dengan Masjid Cut Mutiah) untuk melaksanakan acara Halal Bil Halal organisasinya, Lintasan ’66 (Lembaga Informasi dan Komunikasi Pembangunan Solidaritas Angkatan 1966) yang dipimpinnya bersama CEO Indofood Sukses Makmur, Bapak FRANSISCUS WELIRANG.
Dalam kata sambutannya Pak Franky demikian sebutan namanya, menyinggung soal kehidupan komunitas pelaut Indonesia yang masih sangat memprihatinkan karena kurangnya perhatian Pemerintah. Pak Franky jelaskan bahwa ada organisasinya di Cikini, tapi hanya ambil duit saja dari para pelautnya. Sementara Pemerintah nampaknya abai dengan berbagai aturan ILO maupun IMO yang harus diterapkan demi kepentingan dan kehidupan hak-hak dasar pelaut.
Pak Franky sepakat tentang hasil sirvey lembaga internasional bersama ITF yang menyetakan bahwa 90 persen hilir mudik barang di seluruh dunia diangkut oleh moda transportasi laut yakni kapal, dan kapal bisa mengangkut barang-barang yang menguasai 90 persen itu dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya itu adalah berkat jasa pekerjaan pelaut. Tanpa pelaut sudah dipastikan tidak ada globalisasi ekonomi.
Sayangnya hasil survey yang valid itu dan melahirkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 yang sarat dengan aturan hak-hak dasar pelaut dan yang diberlakukan oleh negara-negara anggota IMO/ILO sejak tahun 2013, oleh Pemerintah Indonesia yang juga anggota IMO/ILO belum juga meratifikasinya. Padahal dan konon, menurut Pak Franky, akan jatuh tempo pada tahun 2017. Jika ada negara yang pemerintahnya belum meratifikasi MLC 2006, maka pelaut-pelautnya yang bekerja di kapal-kapal asing di luar negeri mungkin akan diturunkan atau dipulangkan kembali le negaranya.
Jika hal ini benar-benar adanya, tentunya devis negara Rp. 16 trilyun pertahun dari pasok tenaga kerja pelaut Indonesia di luar negeri akan merosot tajam, bahkan akan hilang. Sementara para pelaut yang dipulangkan akan terancam pengangguran, persoalannya kapal-kapal niaga nasional juga belum banyak menyerap pelaut untuk menjadi ABKnya. Apalgi bagi pelaut yang terbiasa kerja di kapal-kapal asing mungkin saja enggan bekerja di kapal-kapal nasional, terutama terkait masalah pengupahan dan hak-hak dasar pelaut lainnya yang sulit terpenuhi.
Hal ini oleh Pak Franky diungkap disela-sela kata sambutan Halal Bil Halal Lintasan ’66, karena ada sahabatnya yang jadi nakhoda kapal dan sekarang menjadi mantan kapten karena tidak ada pensiunan pasca aktif berlayar, nasibnya sangat memprihatinkan bahkan menjadi miskin. Ini adalah potret mantan nakhoda kapal besar, bagaimana dengan mantan pelaut rating, sudah barang tentu lebih mengenaskan. Ini juga yang ada pada potret kehidupan terbanyak Pelaut Senior Anggota KPI yang jujur saja banyak yang hidupnya susah.
Pak Franky, mungkin sudah dengar atau sudah baca berbagai media sosial atau media online tentang adanya aksi dari Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), maka CEO Indofood ini berharap harus diperjuangkan secara tuntas.
Hadir Bung Pius Lajapera dan sempat berbicara jika para mantan pelaut dari PELNI maupun Djakarta Lloyd ada pensiunan, sehinga tidak seluruhnya para mantan pelaut hidupnya memprihatinkan. Oleh Pak Franky dengan lugas dijawabnya itu hanya sebagian kecil dari sekian jumlah komunitas Pelaut Indonesia, dan Bung Pius pun terdiam karena pada realitanya ungkapan Pak Franky itu benar adanya.
Demikian ini sekedar untuk berbagi cerita yang diharapkan untuk bisa memacu perjuangan PPI yang kabarnya mau gelar Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas)nya dalam waktu dekat ini.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . .
Jakarta, 3 Agustus 2016.
Jubir Pelaut Senior, Ketua Umum Lintasan ’66, Teddy Syamsuri,
kontak person 081212229578.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Nasib Pelaut Yang Kurang Di Perhatikan Pemerintah Versi Bapak FRANSISCUS WELIRANG job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016
Usai hadiri dan menjadi Saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang merasa kurang puas karena awalnya ingin membacakan Testimoni Pelaut Senior yang sudah dipersiapkan tapi tidak diperkenankan oleh Hakim Ketua dan hanya menerima pertanyaan baik dari kuasa hukum pelaut penggugat maupun pengacara PP KPI Cikini.
Sehingga untuk mengungkap secara utuh tentang aset KPI yang merupakan kekayaan organisasi yang lepas dari kekayaan pengurusnya tidak tercapai sasaran. Tentu patut disampaikan permintaan maaf dan maklumnya.
Sesuai dengan jadwal hari Selasa, 2 Agustus 2016, sore harinya jam 17.00 WIB, lalu menuju ke Hotel Sofyan Betawi Menteng, Jakarta Pusat (dekat dengan Masjid Cut Mutiah) untuk melaksanakan acara Halal Bil Halal organisasinya, Lintasan ’66 (Lembaga Informasi dan Komunikasi Pembangunan Solidaritas Angkatan 1966) yang dipimpinnya bersama CEO Indofood Sukses Makmur, Bapak FRANSISCUS WELIRANG.
Dalam kata sambutannya Pak Franky demikian sebutan namanya, menyinggung soal kehidupan komunitas pelaut Indonesia yang masih sangat memprihatinkan karena kurangnya perhatian Pemerintah. Pak Franky jelaskan bahwa ada organisasinya di Cikini, tapi hanya ambil duit saja dari para pelautnya. Sementara Pemerintah nampaknya abai dengan berbagai aturan ILO maupun IMO yang harus diterapkan demi kepentingan dan kehidupan hak-hak dasar pelaut.
Pak Franky sepakat tentang hasil sirvey lembaga internasional bersama ITF yang menyetakan bahwa 90 persen hilir mudik barang di seluruh dunia diangkut oleh moda transportasi laut yakni kapal, dan kapal bisa mengangkut barang-barang yang menguasai 90 persen itu dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya itu adalah berkat jasa pekerjaan pelaut. Tanpa pelaut sudah dipastikan tidak ada globalisasi ekonomi.
Sayangnya hasil survey yang valid itu dan melahirkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 yang sarat dengan aturan hak-hak dasar pelaut dan yang diberlakukan oleh negara-negara anggota IMO/ILO sejak tahun 2013, oleh Pemerintah Indonesia yang juga anggota IMO/ILO belum juga meratifikasinya. Padahal dan konon, menurut Pak Franky, akan jatuh tempo pada tahun 2017. Jika ada negara yang pemerintahnya belum meratifikasi MLC 2006, maka pelaut-pelautnya yang bekerja di kapal-kapal asing di luar negeri mungkin akan diturunkan atau dipulangkan kembali le negaranya.
Jika hal ini benar-benar adanya, tentunya devis negara Rp. 16 trilyun pertahun dari pasok tenaga kerja pelaut Indonesia di luar negeri akan merosot tajam, bahkan akan hilang. Sementara para pelaut yang dipulangkan akan terancam pengangguran, persoalannya kapal-kapal niaga nasional juga belum banyak menyerap pelaut untuk menjadi ABKnya. Apalgi bagi pelaut yang terbiasa kerja di kapal-kapal asing mungkin saja enggan bekerja di kapal-kapal nasional, terutama terkait masalah pengupahan dan hak-hak dasar pelaut lainnya yang sulit terpenuhi.
Hal ini oleh Pak Franky diungkap disela-sela kata sambutan Halal Bil Halal Lintasan ’66, karena ada sahabatnya yang jadi nakhoda kapal dan sekarang menjadi mantan kapten karena tidak ada pensiunan pasca aktif berlayar, nasibnya sangat memprihatinkan bahkan menjadi miskin. Ini adalah potret mantan nakhoda kapal besar, bagaimana dengan mantan pelaut rating, sudah barang tentu lebih mengenaskan. Ini juga yang ada pada potret kehidupan terbanyak Pelaut Senior Anggota KPI yang jujur saja banyak yang hidupnya susah.
Pak Franky, mungkin sudah dengar atau sudah baca berbagai media sosial atau media online tentang adanya aksi dari Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), maka CEO Indofood ini berharap harus diperjuangkan secara tuntas.
Hadir Bung Pius Lajapera dan sempat berbicara jika para mantan pelaut dari PELNI maupun Djakarta Lloyd ada pensiunan, sehinga tidak seluruhnya para mantan pelaut hidupnya memprihatinkan. Oleh Pak Franky dengan lugas dijawabnya itu hanya sebagian kecil dari sekian jumlah komunitas Pelaut Indonesia, dan Bung Pius pun terdiam karena pada realitanya ungkapan Pak Franky itu benar adanya.
Demikian ini sekedar untuk berbagi cerita yang diharapkan untuk bisa memacu perjuangan PPI yang kabarnya mau gelar Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas)nya dalam waktu dekat ini.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . .
Jakarta, 3 Agustus 2016.
Jubir Pelaut Senior, Ketua Umum Lintasan ’66, Teddy Syamsuri,
kontak person 081212229578.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Nasib Pelaut Yang Kurang Di Perhatikan Pemerintah Versi Bapak FRANSISCUS WELIRANG job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016