masukkan script iklan disini
Pelaut Online - Menghormati hukum laut memang sudah sepantasnya dilakukan para anggota konvensi UNCLOS. Hal ini yang kemudian menjadi pemicu para negara anggota ASEAN untuk mendorong Amerika Serikat segera melakukan ratifikasi hukum laut The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Seperti dikutip merdeka.com bahwa AS diminta segera meratifikasi UNCLOS seiring meningkatnya ketegangan di kawasan, terutama di Laut China Selatan. Meski bukan negara yang mengklaim kawasan Laut China Selatan, Negeri Paman Sam disebut turut terlibat dalam sengketa wilayah tersebut.
Amerika Serikat selama ini diketahui sering mengirim sejumlah kapal perang ke dekat Laut China Selatan untuk memantau pergerakan Negeri Tirai Bambu di sana. Sudah jadi rahasia umum bahwa Beijing mengklaim sebagian besar wilayah di Laut China Selatan yang disebut masih daerah milik mereka secara tradisional. Padahal sudah ada hukum yang mengatur wilayah mereka tersebut.
Ketegangan yang disebabkan China dan dipanas-panasi oleh AS kian meningkat setelah Pengadilan Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda yang mengeluarkan putusan mengenai Laut China Selatan. PCA menyatakan klaim China di hampir semua kawasan tidak berdasar.
Indonesia bersikap netral terkait putusan arbitrase PCA, dengan menyerukan perdamaian and stabilitas kepada negara-negara yang bersengketa di Laut China Selatan.
AS adalah salah satu negara anggota PBB yang sudah menandatangani perjanjian UNCLOS, namun belum meratifikasinya hingga saat ini.
"Untuk AS, ya harus segera (meratifikasi). Sebenarnya sih yang harus dilakukan itu tidak hanya sekedar terhadap AS, tapi kita di kawasan ini harus menghormati hukum laut," kata Deputi Kedaulatan Maritim Kemenkomaritim RI, Arif Havas Oegroseno kepada awak media, di Hotel Shangri-La, kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (22/8).
"Kedua, bagi negara ASEAN lain yang punya klaim di laut, mereka harus bisa sesuaikan klaim mereka, sesuai konvensi hukum laut," lanjutnya.
Ia mengambil contoh, Vietnam yang punya klaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun Vietnam menarik garis pangkal dari daratan, pulau utama (mainland), ke salah satu pulau kecil itu yang terlalu jauh. Menurutnya, itu tidak sesuai dengan konvensi hukum laut.
"Dan negara lain di kawasan Asia yang jadi claimant di kawasan Laut China Selatan misalnya, ya mereka harus perjelas klaim mereka di Laut China Selatan, berapa sih yang diklaim, wilayahnya mana saja, koordinatnya apa," imbuhnya.
Rule of law, kata dia, tak hanya untuk satu negara, namun semuanya. Hal itu terjadi karena konvensi hukum laut sudah menjadi konvensi yang dihormati 88 persen dari seluruh negara di dunia, dan itu harus dihormati.
Menurut Harvas, keterlibatan AS sangat signifikan. Dia menjawab AS memiliki komitmen yang tegas dan jelas.
"Komitmen AS dalam proses masalah kelautan itu juga clear karena ia terikat dokumen hukum. Jadi ya sangat signifikan. Jika suatu negara bukan bagian dari konvensi hukum laut, jika ia melanggar, kan dia tidak bisa kita gugat. Tapi kalau dia bagian dari konvensi hukum laut, kalau dia tak sesuai, ada suatu proses peradilan yang dibuat dalam hukum laut," pungkasnya.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan AS Ratifikasi UNCLOS Tentang Kasus Laut China Selatan job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016
Seperti dikutip merdeka.com bahwa AS diminta segera meratifikasi UNCLOS seiring meningkatnya ketegangan di kawasan, terutama di Laut China Selatan. Meski bukan negara yang mengklaim kawasan Laut China Selatan, Negeri Paman Sam disebut turut terlibat dalam sengketa wilayah tersebut.
Amerika Serikat selama ini diketahui sering mengirim sejumlah kapal perang ke dekat Laut China Selatan untuk memantau pergerakan Negeri Tirai Bambu di sana. Sudah jadi rahasia umum bahwa Beijing mengklaim sebagian besar wilayah di Laut China Selatan yang disebut masih daerah milik mereka secara tradisional. Padahal sudah ada hukum yang mengatur wilayah mereka tersebut.
Ketegangan yang disebabkan China dan dipanas-panasi oleh AS kian meningkat setelah Pengadilan Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda yang mengeluarkan putusan mengenai Laut China Selatan. PCA menyatakan klaim China di hampir semua kawasan tidak berdasar.
Indonesia bersikap netral terkait putusan arbitrase PCA, dengan menyerukan perdamaian and stabilitas kepada negara-negara yang bersengketa di Laut China Selatan.
AS adalah salah satu negara anggota PBB yang sudah menandatangani perjanjian UNCLOS, namun belum meratifikasinya hingga saat ini.
"Untuk AS, ya harus segera (meratifikasi). Sebenarnya sih yang harus dilakukan itu tidak hanya sekedar terhadap AS, tapi kita di kawasan ini harus menghormati hukum laut," kata Deputi Kedaulatan Maritim Kemenkomaritim RI, Arif Havas Oegroseno kepada awak media, di Hotel Shangri-La, kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (22/8).
"Kedua, bagi negara ASEAN lain yang punya klaim di laut, mereka harus bisa sesuaikan klaim mereka, sesuai konvensi hukum laut," lanjutnya.
Ia mengambil contoh, Vietnam yang punya klaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun Vietnam menarik garis pangkal dari daratan, pulau utama (mainland), ke salah satu pulau kecil itu yang terlalu jauh. Menurutnya, itu tidak sesuai dengan konvensi hukum laut.
"Dan negara lain di kawasan Asia yang jadi claimant di kawasan Laut China Selatan misalnya, ya mereka harus perjelas klaim mereka di Laut China Selatan, berapa sih yang diklaim, wilayahnya mana saja, koordinatnya apa," imbuhnya.
Rule of law, kata dia, tak hanya untuk satu negara, namun semuanya. Hal itu terjadi karena konvensi hukum laut sudah menjadi konvensi yang dihormati 88 persen dari seluruh negara di dunia, dan itu harus dihormati.
Menurut Harvas, keterlibatan AS sangat signifikan. Dia menjawab AS memiliki komitmen yang tegas dan jelas.
"Komitmen AS dalam proses masalah kelautan itu juga clear karena ia terikat dokumen hukum. Jadi ya sangat signifikan. Jika suatu negara bukan bagian dari konvensi hukum laut, jika ia melanggar, kan dia tidak bisa kita gugat. Tapi kalau dia bagian dari konvensi hukum laut, kalau dia tak sesuai, ada suatu proses peradilan yang dibuat dalam hukum laut," pungkasnya.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan AS Ratifikasi UNCLOS Tentang Kasus Laut China Selatan job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016