masukkan script iklan disini
Pelaut Online - Beberapa waktu lalu, dari media prokal menyatakan bahwa TITIK RAWAN Kapal pengangkut di Sungai Mahakam kerap didekati kapal-kapal kecil. Banyak laporan menyebutkan bahwa mereka dipaksa menyerahkan uang maupun solar. Lokasi di sekitar Jembatan Mahulu ini disebut sebagai salah satu titik rawan.
Para pelayar mulai mengeluhkan aksi perompak di sepanjang Sungai Mahakam. Di setiap keloknya, mereka bak sapi gemuk. Pasrah di antara tatapan lapar serigala penyamun. Rasa aman di sungai terpanjang di Bumi Etam kian dirindukan.
JEJARING media sosial Kota Tepian mendadak heboh. Sebuah akun bernama Niccolas Utomo mengaku sedang di atas kapal yang menyusuri Sungai Mahakam. Berakit-rakit ke hulu, si pemilik akun menyebutkan perompakan yang dialami kapalnya dengan detail.
Bukan hanya sekali, pekerja kapal itu bahkan menjepret aksi para pembajak sungai. Mereka mendekat menggunakan kapal kecil. Kepada para korban, para penyamun meminta sejumlah uang dan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Berikutnya adalah komentar bertubi-tubi. Mulai yang prihatin sampai orang-orang yang bernasib serupa. Banyak yang bilang, aksi para perompak itu sudah rahasia umum. Nyaris tidak ada keamanan di sungai terpanjang di Kaltim itu.
Kaltim Post menelusuri kebenaran desas-desus tadi. Sejumlah pelaut yang biasa menyusuri sungai sepanjang 920 kilometer itu membenarkan. Kawanan perompak, kata mereka, bahkan seperti sudah berkawan. Setiap hari selalu datang. Sedikitnya, menurut sumber media ini, sepuluh komplotan beraksi di tempat berbeda.
Kepada Kaltim Post, Oetomo Darmillie, pemilik akun, membeberkan semuanya. Pria yang akrab dengan aliran Mahakam itu mengaku sudah dirompak sejak 2013. Dia memastikan, hampir semua pelayar menjadi korban serupa.
Kawanan perompak lebih sering beraksi saat malam. Mereka mengemudikan perahu bermuatan lima orang. Kapal angkut adalah yang paling diincar. Oetomo mengungkapkan, mereka awalnya berbicara baik-baik. Para penyamun lebih dulu bernegosiasi. Namun, tak jarang perompak berbuat kasar.
“Kadang sambil membawa parang,” sebut Oetomo bergidik.
Rabu (13/7), Oetomo yang dihubungi media ini sedang dalam perjalanan dari Samarinda menuju Mahakam Ulu. Pukul 00.30 Wita kemarin, kapal angkutnya didatangi para pembajak. Satu kapal dimintai Rp 300 ribu.
“Bukan sekali, sepuluh kali,” ucapnya dengan kesal. “Saya sendiri yang mengalami. Bukan cerita orang lain,” tegasnya. Tak hanya uang atau biasa disebut “jatah preman”, komplotan bersenjata tajam meminta BBM jenis solar. Paling sedikit, penjahat di perairan itu membawa solar sebanyak 50–100 liter menggunakan jeriken.
Oetomo menambahkan, dia bukan menyangsikan aparat keamanan. Namun, meminta pengawalan kepolisian selama perjalanan tak akan menyelesaikan masalah. Tindakan represif, katanya, harus segera diambil.
Kaltim Post juga menemui seorang pelayar di sebuah dermaga Samarinda. Pria berusia 40-an itu meminta namanya tidak ditulis di koran atas alasan keamanan. Dikatakan pria yang setahun terjun di dunia perairan itu, para penyamun biasa beraksi di kawasan perairan Kukar, Loa Duri, hingga Jembatan Mahkota II, dan beberapa titik di perairan Samarinda. Mereka kerap beraksi sejak pukul 06.30–10.00 Wita di Jembatan Mahkota II.
Tak sukar mengenal para penyamun. Di Loa Duri, mereka datang menggunakan perahu kecil (kelotok) dengan membawa beberapa jeriken kosong. Mereka meminta 100 liter solar.
“Penampilan mereka seperti orang biasa,” tutur pria berbadan gempal tersebut. Sementara itu, di perairan kawasan Jembatan Mahkota II, kapal besar didatangi komplotan yang menggunakan speedboat.
Perompakan yang sudah berlangsung selama enam tahun itu diyakini “beromzet” jumbo. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Samarinda mencatat, sedikitnya 50 kapal hilir-mudik setiap hari di Sungai Mahakam.
Jika data itu disandingkan dengan pengakuan para sumber, satu kapal bisa mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk 10 komplotan perompak dalam sekali pelayaran. Uang tunai yang beredar mencapai Rp 150 juta sehari atau Rp 4,5 miliar sebulan.
Solar rampasan juga sangat besar. Jika satu kapal menyerahkan 100 liter sehari, dalam sebulan sedikitnya 150 ribu liter minyak direbut. Setara Rp 1,2 miliar solar nonsubsidi. Dengan demikian, rupiah rampasan yang berhambur di Sungai Mahakam menembus Rp 5,7 miliar sebulan. Lewat perhitungan yang sama, diperoleh Rp 410 miliar selama enam tahun terakhir.
Dikonfirmasi hal tersebut, Kasi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli KSOP Kelas II Samarinda, Kapten Syahriar, mengaku tidak pernah mendengar hal tersebut. “Saya baru mengetahui sekarang,” tuturnya. Dia sempat terkejut. Namun, Syahriar berjanji memantau beberapa titik yang disebut menjadi lokasi favorit para perompak.
Di tempat terpisah, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Setyobudi Dwiputro menerangkan, masih mengintensifkan patroli di sejumlah titik. “Sementara belum ada laporan. Besar harapan kami langsung melapor,” terang perwira berpangkat melati tiga tersebut. (*/dra/*/dq/fel/k8/ prokal.co )
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Beginilah Di Sungai Mahakam Pada Minta Uang Dan Solar,baca juga PT Pelni Rugi Karena Ada Tiket Palsu di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
Para pelayar mulai mengeluhkan aksi perompak di sepanjang Sungai Mahakam. Di setiap keloknya, mereka bak sapi gemuk. Pasrah di antara tatapan lapar serigala penyamun. Rasa aman di sungai terpanjang di Bumi Etam kian dirindukan.
JEJARING media sosial Kota Tepian mendadak heboh. Sebuah akun bernama Niccolas Utomo mengaku sedang di atas kapal yang menyusuri Sungai Mahakam. Berakit-rakit ke hulu, si pemilik akun menyebutkan perompakan yang dialami kapalnya dengan detail.
Bukan hanya sekali, pekerja kapal itu bahkan menjepret aksi para pembajak sungai. Mereka mendekat menggunakan kapal kecil. Kepada para korban, para penyamun meminta sejumlah uang dan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Berikutnya adalah komentar bertubi-tubi. Mulai yang prihatin sampai orang-orang yang bernasib serupa. Banyak yang bilang, aksi para perompak itu sudah rahasia umum. Nyaris tidak ada keamanan di sungai terpanjang di Kaltim itu.
Kaltim Post menelusuri kebenaran desas-desus tadi. Sejumlah pelaut yang biasa menyusuri sungai sepanjang 920 kilometer itu membenarkan. Kawanan perompak, kata mereka, bahkan seperti sudah berkawan. Setiap hari selalu datang. Sedikitnya, menurut sumber media ini, sepuluh komplotan beraksi di tempat berbeda.
Kepada Kaltim Post, Oetomo Darmillie, pemilik akun, membeberkan semuanya. Pria yang akrab dengan aliran Mahakam itu mengaku sudah dirompak sejak 2013. Dia memastikan, hampir semua pelayar menjadi korban serupa.
Kawanan perompak lebih sering beraksi saat malam. Mereka mengemudikan perahu bermuatan lima orang. Kapal angkut adalah yang paling diincar. Oetomo mengungkapkan, mereka awalnya berbicara baik-baik. Para penyamun lebih dulu bernegosiasi. Namun, tak jarang perompak berbuat kasar.
“Kadang sambil membawa parang,” sebut Oetomo bergidik.
Rabu (13/7), Oetomo yang dihubungi media ini sedang dalam perjalanan dari Samarinda menuju Mahakam Ulu. Pukul 00.30 Wita kemarin, kapal angkutnya didatangi para pembajak. Satu kapal dimintai Rp 300 ribu.
“Bukan sekali, sepuluh kali,” ucapnya dengan kesal. “Saya sendiri yang mengalami. Bukan cerita orang lain,” tegasnya. Tak hanya uang atau biasa disebut “jatah preman”, komplotan bersenjata tajam meminta BBM jenis solar. Paling sedikit, penjahat di perairan itu membawa solar sebanyak 50–100 liter menggunakan jeriken.
Oetomo menambahkan, dia bukan menyangsikan aparat keamanan. Namun, meminta pengawalan kepolisian selama perjalanan tak akan menyelesaikan masalah. Tindakan represif, katanya, harus segera diambil.
Kaltim Post juga menemui seorang pelayar di sebuah dermaga Samarinda. Pria berusia 40-an itu meminta namanya tidak ditulis di koran atas alasan keamanan. Dikatakan pria yang setahun terjun di dunia perairan itu, para penyamun biasa beraksi di kawasan perairan Kukar, Loa Duri, hingga Jembatan Mahkota II, dan beberapa titik di perairan Samarinda. Mereka kerap beraksi sejak pukul 06.30–10.00 Wita di Jembatan Mahkota II.
Tak sukar mengenal para penyamun. Di Loa Duri, mereka datang menggunakan perahu kecil (kelotok) dengan membawa beberapa jeriken kosong. Mereka meminta 100 liter solar.
“Penampilan mereka seperti orang biasa,” tutur pria berbadan gempal tersebut. Sementara itu, di perairan kawasan Jembatan Mahkota II, kapal besar didatangi komplotan yang menggunakan speedboat.
Perompakan yang sudah berlangsung selama enam tahun itu diyakini “beromzet” jumbo. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Samarinda mencatat, sedikitnya 50 kapal hilir-mudik setiap hari di Sungai Mahakam.
Jika data itu disandingkan dengan pengakuan para sumber, satu kapal bisa mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk 10 komplotan perompak dalam sekali pelayaran. Uang tunai yang beredar mencapai Rp 150 juta sehari atau Rp 4,5 miliar sebulan.
Solar rampasan juga sangat besar. Jika satu kapal menyerahkan 100 liter sehari, dalam sebulan sedikitnya 150 ribu liter minyak direbut. Setara Rp 1,2 miliar solar nonsubsidi. Dengan demikian, rupiah rampasan yang berhambur di Sungai Mahakam menembus Rp 5,7 miliar sebulan. Lewat perhitungan yang sama, diperoleh Rp 410 miliar selama enam tahun terakhir.
Dikonfirmasi hal tersebut, Kasi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli KSOP Kelas II Samarinda, Kapten Syahriar, mengaku tidak pernah mendengar hal tersebut. “Saya baru mengetahui sekarang,” tuturnya. Dia sempat terkejut. Namun, Syahriar berjanji memantau beberapa titik yang disebut menjadi lokasi favorit para perompak.
Di tempat terpisah, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Setyobudi Dwiputro menerangkan, masih mengintensifkan patroli di sejumlah titik. “Sementara belum ada laporan. Besar harapan kami langsung melapor,” terang perwira berpangkat melati tiga tersebut. (*/dra/*/dq/fel/k8/ prokal.co )
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Beginilah Di Sungai Mahakam Pada Minta Uang Dan Solar,baca juga PT Pelni Rugi Karena Ada Tiket Palsu di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang