masukkan script iklan disini
Pelaut Online - Kabar anak buah kapal yang terbaru di sandera belum juga ada kejelasan, semoga saja ada berita baik dai sana.
Bersumber dari Pelaut Senior Tegaskan :
“KLB KPI Harga Mati Dan Harus Digelar Secepatnya, Karena Keadaan Sangat Genting dan Memaksa, Serta Dalam Keadaan Luar Biasa”.
Pengurus Pusat (PP) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) hanya concern dan berani mengatakan pemerintah tidak serius untuk membebaskan 4 orang anak buah kapal (ABK) WNI bernama Elson Pesireron, Supardi, Sudirman dan Adi Manurung, baru pada 20 Mei 2016.
Padahal penyanderaan diperairan Somalia itu terjadi sejak Maret 2012 terhadap kapal ikan Naham 3 Fishing Company di Muscat, Oman yang diawaki 29 orang. Sedang operator kapal Naham 3 berbendera Oman itu adalah Jiang Chang Marine Enterprises, perusahaan di Taiwan. Para ABK WNI diberangkatkan perusahaan agen kapal di Singapura bernama Step Up Marine Enterprises Pte. Ltd.
foto detik.com
Meskipun sandera ABK tersebut bukan anggota KPI dan juga tidak tahu siapa agen yang mengirim mereka, tapi PP KPI ingin menunjukan solidaritas seolah-olah keterlibatannya karena solidaritas sesama pelaut Indonesia. KPI tidak mengetahui agen di Indonesia yang bekerjasama dengan agen di Singapura merekrut 5 ABK Indonesia ke kapal ikan tersebut. Ke-29 ABK di kapal ikan itu berasal dari Indonesia 5 orang, Filipina 5, Kamboja 4, Vietnam 3 dan 12 lainnya dari China/Taiwan. Terungkapnya kasus perompakan dan penyanderaan 29 ABK kapal ikan itu, ternyata informasi dari ITF (International Transportworkers’ Federation) yang diterima KPI melalui email berupa video pernyataan awak kapal saat ditawan perompak.
Namun proses pelepasan 14 sandera WNI oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina yang dinilai cepat nampaknya PP KPI tidak bersuara. Sebaliknya untuk sandera di Somalia, KPI minta pemerintah bersikap sama untuk segera membebaskan 4 WNI yang disandera selama 4 tahun lebih. Semua pihak terkait perlu dilibatkan, termasuk mencari agen yang mengirim pelaut dan operator kapal ikan tersebut, sehingga ke-4 ABK itu dapat segera dibebaskan.
Garangnya PP KPI yang meminta pemerintah kalau pembebasan tidak bisa dilakukan melalui perundingan, perlu diselesaikan melalui operasi militer seperti yang dilakukan dalam pembebasan kapal Sinar Kudus di perairan Somalia beberapa tahun lalu. Menjadi tanya besar bagi kami, Pelaut Senior, atas luar biasa keberaniannya PP KPI mendesak-desak pemerintah.
Pertanyaannya, ada apa PP KPI begitu getol suarakan sandera ABK WNI di Somalia ketimbang 3 kali ABK WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf? Rupanya dan tiada lain, karena sandera di Somalia itu infonya datang dari ITF, maka PP KPI yang selama ini patuh dan tunduk sama ITF bersuara begitu lantangnya. Padahal di ruang publik urusan sandera di Somalia nyaris tak terekspos. Sebaliknya peristiwa terakhir adanya sandera 7 ABK WNI oleh Abu Sayyaf yang sempat dibilang berita bohong, jelas nyaring terdengar di ruang publik. Ada apa dengan PP KPI?
PP KPI nampaknya seperti “kerbau di cocok hidung” jika ada instruksi yang datang dari ITF. Sementara peristiwa di depan mata enggan diberi empati, menjadi semakin perlu dilakukan reformasi total di organisasi KPI. Sejatinya KPI didirikan sekalipun berafiliasi dengan ITF, tapi harus tetap terjaga independensi dan integritasnya. Bukan sebaliknya, selalu saja menjadi bonekanya ITF.
Dalam kacamata Pelaut Senior, organisasi KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak mempunyai PP KPI yang sebenarnya akibat Kongres VII terjadi dead lock dan tidak pernah ada pemilihan PP KPI 2009-2014, pada realitanya sudah berada dalam keadaan genting dan memaksa. Sudah 7 tahun dibiarkan organisasi KPI diurus oleh PP KPI yang tidak memiliki legalitas hukum di pemerinatahan, memang sudah dalam keadaan luar biasa. Sebab itu KLB (Kongres Luar Biasa) adalah sesuatu keniscayaan yang wajib dilaksanakan.
Mau tidak mau, suka tidak suka. Sebab PP KPI yang ilegal ini sudah harus dihentikan, dilengserkan, diganti oleh pengurus yang regenerasi, dan hanya dengan KLB yang digelar secara demokratis, transparan dan akuntabel dari, oleh dan untuk pelautnya sendiri. Biarkan saja ITF telah mengakui keabsahannya, karena memang pernah membujuk Sekretaris Pimpinan Kongres VII KPI agar menandatangani SK Pemilihan, Penetapan dan Pengesahan PP KPI 2009-2014, tapi gagal dituruti oleh Sekretrais Pimpinan Kongres VII KPI tersebut.
Dari awal memasuki reformasi, memang ITF yang membuat suasana kedaulatan pelaut di organisasi KPI selalu didikte, disetir, digiring. Dan buktinya yang sekarang ini, PP KPI jauh dari melaksanakan apapun untuk kepentingan pelaut. Namun selalu sesumbar bahwa PP KPI telah diakui oleh ITF, sementara pelaut yang punya hak kedaulatan di organisasi KPI tidak mengakui PP KPI ada sejak tahun 2009. ITF sendiri tak pernah concern atas ABK WNI disandera Abu Sayyaf, buat apa pula harus didewa-dewakan.
Bagi kami, Pelaut Senior, yang sudah berkontribusi terhadap organisasi KPI ketimbang kontribusi apa yang telah diberikan oleh Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano yang sejatinya bukan pelaut, serta oleh Hasudungan yang ujug-ujug jadi Presiden KPI yang juga tidak sah itu tanpa jelas kapan masuk menjadi anggota KPI. Tak rela jika organisasi KPI bersikap diskriminatif karena ABK WNI yang disandera Abu Sayyaf bukan anggota KPI, maka PP KPI tak ada rasa empatinya.
Kami, Pelaut Senior, juga tak sudi jika organisasi KPI dibuat masa bodoh dan bersikap tega bahkan kejam melihat ada pelaut yang disandera Abu Sayyaf tapi cuek saja karena tidak ada perintah ITF misalnya. Maka dan sekali lagi, suka tida suka, mau tidak mau, PP KPI harus diganti dan melalui KLB sebagai forum yang konstitusional.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . . . . . . .
Jakarta, 26 Juni 2016.
itulah Artikel yang kami kutip terimakasih baca Apakah Presiden RI "Jokowi" Tidak ada Nyali Bebaskan 4 ABK Indonesia Disandera Bajak Laut Somalia ??
Bersumber dari Pelaut Senior Tegaskan :
“KLB KPI Harga Mati Dan Harus Digelar Secepatnya, Karena Keadaan Sangat Genting dan Memaksa, Serta Dalam Keadaan Luar Biasa”.
Pengurus Pusat (PP) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) hanya concern dan berani mengatakan pemerintah tidak serius untuk membebaskan 4 orang anak buah kapal (ABK) WNI bernama Elson Pesireron, Supardi, Sudirman dan Adi Manurung, baru pada 20 Mei 2016.
Padahal penyanderaan diperairan Somalia itu terjadi sejak Maret 2012 terhadap kapal ikan Naham 3 Fishing Company di Muscat, Oman yang diawaki 29 orang. Sedang operator kapal Naham 3 berbendera Oman itu adalah Jiang Chang Marine Enterprises, perusahaan di Taiwan. Para ABK WNI diberangkatkan perusahaan agen kapal di Singapura bernama Step Up Marine Enterprises Pte. Ltd.
Meskipun sandera ABK tersebut bukan anggota KPI dan juga tidak tahu siapa agen yang mengirim mereka, tapi PP KPI ingin menunjukan solidaritas seolah-olah keterlibatannya karena solidaritas sesama pelaut Indonesia. KPI tidak mengetahui agen di Indonesia yang bekerjasama dengan agen di Singapura merekrut 5 ABK Indonesia ke kapal ikan tersebut. Ke-29 ABK di kapal ikan itu berasal dari Indonesia 5 orang, Filipina 5, Kamboja 4, Vietnam 3 dan 12 lainnya dari China/Taiwan. Terungkapnya kasus perompakan dan penyanderaan 29 ABK kapal ikan itu, ternyata informasi dari ITF (International Transportworkers’ Federation) yang diterima KPI melalui email berupa video pernyataan awak kapal saat ditawan perompak.
Namun proses pelepasan 14 sandera WNI oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina yang dinilai cepat nampaknya PP KPI tidak bersuara. Sebaliknya untuk sandera di Somalia, KPI minta pemerintah bersikap sama untuk segera membebaskan 4 WNI yang disandera selama 4 tahun lebih. Semua pihak terkait perlu dilibatkan, termasuk mencari agen yang mengirim pelaut dan operator kapal ikan tersebut, sehingga ke-4 ABK itu dapat segera dibebaskan.
Garangnya PP KPI yang meminta pemerintah kalau pembebasan tidak bisa dilakukan melalui perundingan, perlu diselesaikan melalui operasi militer seperti yang dilakukan dalam pembebasan kapal Sinar Kudus di perairan Somalia beberapa tahun lalu. Menjadi tanya besar bagi kami, Pelaut Senior, atas luar biasa keberaniannya PP KPI mendesak-desak pemerintah.
Pertanyaannya, ada apa PP KPI begitu getol suarakan sandera ABK WNI di Somalia ketimbang 3 kali ABK WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf? Rupanya dan tiada lain, karena sandera di Somalia itu infonya datang dari ITF, maka PP KPI yang selama ini patuh dan tunduk sama ITF bersuara begitu lantangnya. Padahal di ruang publik urusan sandera di Somalia nyaris tak terekspos. Sebaliknya peristiwa terakhir adanya sandera 7 ABK WNI oleh Abu Sayyaf yang sempat dibilang berita bohong, jelas nyaring terdengar di ruang publik. Ada apa dengan PP KPI?
PP KPI nampaknya seperti “kerbau di cocok hidung” jika ada instruksi yang datang dari ITF. Sementara peristiwa di depan mata enggan diberi empati, menjadi semakin perlu dilakukan reformasi total di organisasi KPI. Sejatinya KPI didirikan sekalipun berafiliasi dengan ITF, tapi harus tetap terjaga independensi dan integritasnya. Bukan sebaliknya, selalu saja menjadi bonekanya ITF.
Dalam kacamata Pelaut Senior, organisasi KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak mempunyai PP KPI yang sebenarnya akibat Kongres VII terjadi dead lock dan tidak pernah ada pemilihan PP KPI 2009-2014, pada realitanya sudah berada dalam keadaan genting dan memaksa. Sudah 7 tahun dibiarkan organisasi KPI diurus oleh PP KPI yang tidak memiliki legalitas hukum di pemerinatahan, memang sudah dalam keadaan luar biasa. Sebab itu KLB (Kongres Luar Biasa) adalah sesuatu keniscayaan yang wajib dilaksanakan.
Mau tidak mau, suka tidak suka. Sebab PP KPI yang ilegal ini sudah harus dihentikan, dilengserkan, diganti oleh pengurus yang regenerasi, dan hanya dengan KLB yang digelar secara demokratis, transparan dan akuntabel dari, oleh dan untuk pelautnya sendiri. Biarkan saja ITF telah mengakui keabsahannya, karena memang pernah membujuk Sekretaris Pimpinan Kongres VII KPI agar menandatangani SK Pemilihan, Penetapan dan Pengesahan PP KPI 2009-2014, tapi gagal dituruti oleh Sekretrais Pimpinan Kongres VII KPI tersebut.
Dari awal memasuki reformasi, memang ITF yang membuat suasana kedaulatan pelaut di organisasi KPI selalu didikte, disetir, digiring. Dan buktinya yang sekarang ini, PP KPI jauh dari melaksanakan apapun untuk kepentingan pelaut. Namun selalu sesumbar bahwa PP KPI telah diakui oleh ITF, sementara pelaut yang punya hak kedaulatan di organisasi KPI tidak mengakui PP KPI ada sejak tahun 2009. ITF sendiri tak pernah concern atas ABK WNI disandera Abu Sayyaf, buat apa pula harus didewa-dewakan.
Bagi kami, Pelaut Senior, yang sudah berkontribusi terhadap organisasi KPI ketimbang kontribusi apa yang telah diberikan oleh Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano yang sejatinya bukan pelaut, serta oleh Hasudungan yang ujug-ujug jadi Presiden KPI yang juga tidak sah itu tanpa jelas kapan masuk menjadi anggota KPI. Tak rela jika organisasi KPI bersikap diskriminatif karena ABK WNI yang disandera Abu Sayyaf bukan anggota KPI, maka PP KPI tak ada rasa empatinya.
Kami, Pelaut Senior, juga tak sudi jika organisasi KPI dibuat masa bodoh dan bersikap tega bahkan kejam melihat ada pelaut yang disandera Abu Sayyaf tapi cuek saja karena tidak ada perintah ITF misalnya. Maka dan sekali lagi, suka tida suka, mau tidak mau, PP KPI harus diganti dan melalui KLB sebagai forum yang konstitusional.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . . . . . . .
Jakarta, 26 Juni 2016.