masukkan script iklan disini
Pelaut Online - Berita ini admin copas dari Pelaut Senior Menyampaikan Pencerahan Ditengah Masih Adanya Inkonsistensi Dalam Memperjuangkan Organisasi KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia). seperti kita ketahui hasil demo kemarenpun belum ada titik terangnya.
Pertanyaanya adalah Apakah KPI Harus Dibubarkan, Atau PP KPI Dilengserkan dan Gelar KLB KPI?
Ketika terjadi pemberontakan G.30.S/PKI, terdapat organisasi serikat pekerja yang mewadahi pelaut yang dinamakan Front Pelaut Indonesia (FPI) dan diduga ada indikasi keterlibatannya karena konon FPI itu dianggap bergabung dengan serikat pekerja sayap PKI, SOSBSI, maka Menko Maritim Letjen. KKO Ali Sadikin pada 1966 itu menyarankan agar organisasi-organisasi pelaut yang ada segera membentuk organisasi perserikatannya sendiri yang independen.
Saran Menko Maritim Ali Sadikin disambut baik, maka beberapa organisasi pelaut meninggalkan FPI dan sepakat pada tahun 1967 mendirikan organisasi serikat pekerjapelaut bernama Persatuan Pelaut Indonesia (PPI). Selanjutnya untuk memperkuat wadah tunggal serikat pekerjanya kaum pelaut, oleh Dirjen Hubla Laksda TNI Haryono Nimpuno mengeluarkan SK tentang pengesahan PPI menjadi wadah tunggal perserikatan pelaut Indonesia.
Sampai menyusul dengan adanya Serikat Pelaut Indonesia (SPI) yang lebih dulu ada dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) sehingga menjadi ada dualisme organisasi serikat pekerja pelaut, yang satu ada PPI dan yang satu lagi ada SPI. Maka ditahun 1976 atas kesadaran untuk tetap adanya satu wadah organisasi serikat pekerja kaum pelaut, beberapa organisasi pelaut yang ada di perusahaan BUMN dan lainnya kemudian mendeklarasikan bentuk suatu kesatuan dalam organisasi serikatnya kaum pelaut, yakni organisasi yang disebut Kesatuan Pelaut Indonesia disingkat KPI.
Yang kemudian dalam perkembangannya selain masuk menjadi bagian di dalam FBSI dan berganti nama menjadi SPSI, KPI juga berafiliasi ke dalam organisasi serikat pekerja transportasi internasional, yakni International Transportworkers Federation (ITF).
Sebab itu organisasi KPI adalah organisasi serikat pekerja kaum pelaut satu-satunya dan atau sebagai wadah tunggalnya organisasi bersifat serikat pekerjanya pelaut yang berbentuk kesatuan. Sebab itu sekalipun dalam perkembangan dan berdasarkan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh tahun 2000 berkembang menjadi unsur konfederasi dan federasi, tapi nama organisasi KPI tetap tidak gunakan embel-embel Federasi ataupun Konfederasi di depan nama organisasi KPI. Inilah spesialnya KPI sebagai wadah tunggal serikat pekerja kaum pelaut yang satu-satunya berbentuk kesatuan.
Dengan demikian - mungkin hanya faktor waktu dan belum ada kesempatan - terdapat istilah “Pelaut Anggota KPI” ataupun “Pelaut Bukan Anggota KPI” tidaklah sesuatu yang prinsipil, karena organisasi KPI adalah bentuk kesatuan yang tidak akan pernah ada diskriminasi, diikhotomi ataupun disharmoni antar sesama pelaut (yang anggota ataupun yang bukan). Itulah sebabnya dalam Mukadimah KPI sebagai sumber AD/ART KPI yang menjadi batang tubuh konstitusionalnya organisasi KPI. Disitu tertuang pernyataan bahwa para pelaut Indonesia dengan ini sepakat membentuk organisasi KPI. Artinya, seluruh pelaut Indonesia (anggota ataupun belum anggota) tidak usah diperdebatkan. Itu hanya soal administrasi dan pada konteks yang cuma bersifat teknis seperti kewajiban bayar iuran yang tidak substansial.
Bahwa banyak dan atau sebagian besar peluat Indonesia menyatakan bahwa organisasi KPI pada realitanya tidak bermanfaat, memang harus diakui secara jujur, memang demikian faktanya. Namun jika mau ditelisik secara seksama, persoalannya hanya terletak pada ketidak amanahnya pengurus organisasi KPI ditingkat Pengurus Pusat (PP) KPI. Mereka sejak PP KPI didominasi oleh para pejabat atau pensiunan Ditjen Hubla sampai hengkangnya mereka karena dilarang campur tangan oleh Konvensi ILO dengan kepengurusan digantikan orang sipil murni seperti nama-nama : Hanafi Rustandi, Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano melalui Munaslub KPI 2001 di Hotel Cempaka, Jakarta Pusat. Meskipun baik nama Mathias maupun Sonny sudah jelas jati dirinya bukanlah pelaut murni, justru semakin serakah dan semakin jauh dari amanah.
Mereka kepengurusan hasil Munaslub, menyusul hasil Kongres VI KPI 2004 di Hotel Mandarin Oriental Jakarta Pusat. Berarti dua kali periode mereka memimpin organisasi KPI yang dari AD/ART hasil kongres tersebut sudah diatur hanya bisa dua kali periode untuk memimpin tapi konon aturan tersebut dihilangkan oleh PP KPI yang berkuasa.
Ironisnya setelah laporan pertanggungjawaban PP KPI 204-2009 dalam Kongres VII KPI dan dinyatakan sebagai kepengurusan demissioner, salah satunya yang berjabatan Sekjen tapi demissioner, mengambilalih Sidang Paripurna Kongres VII KPI tahun 2009 yang otoritasnya berada di tangan ketua (John Kadiaman) dan sekretaris (Tonny Pangaribuan) sebagai Pimpinan Sidang Kongres VII KPI, sementara Mathias hanya sebagai anggota Pimpinan Sidang Kongres VII KPI saja.
Dari sinilah kepengurusan PP KPI 2004-2009 yang sudah demissioner menjelma menjadi PP KPI periode 2009-2014 yang sejatinya tidak terpilih dalam Kongres VII KPI akibat kongres tersebut terjadi dead lock. Sejak mereka memimpin organisasi KPI bukan menjadi rahasia umum jika mereka di duga mempertahankan rezim atau dinasti status quo yang begitu kuatnya. Mereka juga terindikasi kuat dalam membangun jaringan KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) dengan aparatur pemerintah seperti oknum pejabat di Ditjen Hubla atau oknum di Kemenaker, termasuk oknum pengurus di organisasi KSPSI.
Mereka juga jika kenikmatan seperti keuangan organisasi KPI bisa dijadikan ATM sesukanya merasa terusik, tak segan-segan mereka gunakan cara-cara premanisme. Cara-cara guling menggulingkan kepengurusan KPI Cabang Tanjung Priok itu, adalah cermin jelas cara-cara premanisme yang mereka lakukan.
Jika demikian pada kenyataan faktualnya. Maka kami, Pelaut Senior menegaskan, selamatkan organisasi KPI dan lengserkan PP KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak pernah ada dengan Kongres Luar Biasa (KLB) KPI. Dengan demikian maka isi petisinya yang diharapkan bisa para sahabat pelaut Indonesia respons adalah :
1. Selamatkan organisasi KPI untuk menjadi wadah tunggal serikat pekerja kaum pelaut yang terintegritas, sekaligus menjadi organisasi berbentuk serikat pekerja dan kesatuan satu-satunya yang perlu ditingkatkan eksistensinya?
2. Lengserkan PP KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak pernah terpilih alias tidak sah demi menjaga keutuhan dan kemajuan organisasi KPI?
3. Gelar KLB KPI karena memang keadaannya sangat memaksa, sangat genting dan keadaannya juga luar biasa, sehingga suara pelaut yang punya hak kedaulatan yang sah yang berkewajiban sekaligus bertanggungjawab untuk menggelar KLB KPI tanpa perlu diperdebatkan lagi, dan tentunya dengan cara-cara yang dilakukan secara demokratis, berintegritas dan akuntabel dari, oleh dan untuk pelautnya sendiri?
Demikian dan terima kasih.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . . .
Jakarta, 21 Juni 2016.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Apakah KPI Harus Dibubarkan, Atau PP KPI Dilengserkan dan Gelar KLB KPI semoga berguna dan ada manfaat kami ucapkan "www.PelautOnline.com" job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016
Pertanyaanya adalah Apakah KPI Harus Dibubarkan, Atau PP KPI Dilengserkan dan Gelar KLB KPI?
Ketika terjadi pemberontakan G.30.S/PKI, terdapat organisasi serikat pekerja yang mewadahi pelaut yang dinamakan Front Pelaut Indonesia (FPI) dan diduga ada indikasi keterlibatannya karena konon FPI itu dianggap bergabung dengan serikat pekerja sayap PKI, SOSBSI, maka Menko Maritim Letjen. KKO Ali Sadikin pada 1966 itu menyarankan agar organisasi-organisasi pelaut yang ada segera membentuk organisasi perserikatannya sendiri yang independen.
Saran Menko Maritim Ali Sadikin disambut baik, maka beberapa organisasi pelaut meninggalkan FPI dan sepakat pada tahun 1967 mendirikan organisasi serikat pekerjapelaut bernama Persatuan Pelaut Indonesia (PPI). Selanjutnya untuk memperkuat wadah tunggal serikat pekerjanya kaum pelaut, oleh Dirjen Hubla Laksda TNI Haryono Nimpuno mengeluarkan SK tentang pengesahan PPI menjadi wadah tunggal perserikatan pelaut Indonesia.
Sampai menyusul dengan adanya Serikat Pelaut Indonesia (SPI) yang lebih dulu ada dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) sehingga menjadi ada dualisme organisasi serikat pekerja pelaut, yang satu ada PPI dan yang satu lagi ada SPI. Maka ditahun 1976 atas kesadaran untuk tetap adanya satu wadah organisasi serikat pekerja kaum pelaut, beberapa organisasi pelaut yang ada di perusahaan BUMN dan lainnya kemudian mendeklarasikan bentuk suatu kesatuan dalam organisasi serikatnya kaum pelaut, yakni organisasi yang disebut Kesatuan Pelaut Indonesia disingkat KPI.
Yang kemudian dalam perkembangannya selain masuk menjadi bagian di dalam FBSI dan berganti nama menjadi SPSI, KPI juga berafiliasi ke dalam organisasi serikat pekerja transportasi internasional, yakni International Transportworkers Federation (ITF).
Sebab itu organisasi KPI adalah organisasi serikat pekerja kaum pelaut satu-satunya dan atau sebagai wadah tunggalnya organisasi bersifat serikat pekerjanya pelaut yang berbentuk kesatuan. Sebab itu sekalipun dalam perkembangan dan berdasarkan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh tahun 2000 berkembang menjadi unsur konfederasi dan federasi, tapi nama organisasi KPI tetap tidak gunakan embel-embel Federasi ataupun Konfederasi di depan nama organisasi KPI. Inilah spesialnya KPI sebagai wadah tunggal serikat pekerja kaum pelaut yang satu-satunya berbentuk kesatuan.
Dengan demikian - mungkin hanya faktor waktu dan belum ada kesempatan - terdapat istilah “Pelaut Anggota KPI” ataupun “Pelaut Bukan Anggota KPI” tidaklah sesuatu yang prinsipil, karena organisasi KPI adalah bentuk kesatuan yang tidak akan pernah ada diskriminasi, diikhotomi ataupun disharmoni antar sesama pelaut (yang anggota ataupun yang bukan). Itulah sebabnya dalam Mukadimah KPI sebagai sumber AD/ART KPI yang menjadi batang tubuh konstitusionalnya organisasi KPI. Disitu tertuang pernyataan bahwa para pelaut Indonesia dengan ini sepakat membentuk organisasi KPI. Artinya, seluruh pelaut Indonesia (anggota ataupun belum anggota) tidak usah diperdebatkan. Itu hanya soal administrasi dan pada konteks yang cuma bersifat teknis seperti kewajiban bayar iuran yang tidak substansial.
Bahwa banyak dan atau sebagian besar peluat Indonesia menyatakan bahwa organisasi KPI pada realitanya tidak bermanfaat, memang harus diakui secara jujur, memang demikian faktanya. Namun jika mau ditelisik secara seksama, persoalannya hanya terletak pada ketidak amanahnya pengurus organisasi KPI ditingkat Pengurus Pusat (PP) KPI. Mereka sejak PP KPI didominasi oleh para pejabat atau pensiunan Ditjen Hubla sampai hengkangnya mereka karena dilarang campur tangan oleh Konvensi ILO dengan kepengurusan digantikan orang sipil murni seperti nama-nama : Hanafi Rustandi, Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano melalui Munaslub KPI 2001 di Hotel Cempaka, Jakarta Pusat. Meskipun baik nama Mathias maupun Sonny sudah jelas jati dirinya bukanlah pelaut murni, justru semakin serakah dan semakin jauh dari amanah.
Mereka kepengurusan hasil Munaslub, menyusul hasil Kongres VI KPI 2004 di Hotel Mandarin Oriental Jakarta Pusat. Berarti dua kali periode mereka memimpin organisasi KPI yang dari AD/ART hasil kongres tersebut sudah diatur hanya bisa dua kali periode untuk memimpin tapi konon aturan tersebut dihilangkan oleh PP KPI yang berkuasa.
Ironisnya setelah laporan pertanggungjawaban PP KPI 204-2009 dalam Kongres VII KPI dan dinyatakan sebagai kepengurusan demissioner, salah satunya yang berjabatan Sekjen tapi demissioner, mengambilalih Sidang Paripurna Kongres VII KPI tahun 2009 yang otoritasnya berada di tangan ketua (John Kadiaman) dan sekretaris (Tonny Pangaribuan) sebagai Pimpinan Sidang Kongres VII KPI, sementara Mathias hanya sebagai anggota Pimpinan Sidang Kongres VII KPI saja.
Dari sinilah kepengurusan PP KPI 2004-2009 yang sudah demissioner menjelma menjadi PP KPI periode 2009-2014 yang sejatinya tidak terpilih dalam Kongres VII KPI akibat kongres tersebut terjadi dead lock. Sejak mereka memimpin organisasi KPI bukan menjadi rahasia umum jika mereka di duga mempertahankan rezim atau dinasti status quo yang begitu kuatnya. Mereka juga terindikasi kuat dalam membangun jaringan KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) dengan aparatur pemerintah seperti oknum pejabat di Ditjen Hubla atau oknum di Kemenaker, termasuk oknum pengurus di organisasi KSPSI.
Mereka juga jika kenikmatan seperti keuangan organisasi KPI bisa dijadikan ATM sesukanya merasa terusik, tak segan-segan mereka gunakan cara-cara premanisme. Cara-cara guling menggulingkan kepengurusan KPI Cabang Tanjung Priok itu, adalah cermin jelas cara-cara premanisme yang mereka lakukan.
Jika demikian pada kenyataan faktualnya. Maka kami, Pelaut Senior menegaskan, selamatkan organisasi KPI dan lengserkan PP KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak pernah ada dengan Kongres Luar Biasa (KLB) KPI. Dengan demikian maka isi petisinya yang diharapkan bisa para sahabat pelaut Indonesia respons adalah :
1. Selamatkan organisasi KPI untuk menjadi wadah tunggal serikat pekerja kaum pelaut yang terintegritas, sekaligus menjadi organisasi berbentuk serikat pekerja dan kesatuan satu-satunya yang perlu ditingkatkan eksistensinya?
2. Lengserkan PP KPI yang sejak 17 Desember 2009 tidak pernah terpilih alias tidak sah demi menjaga keutuhan dan kemajuan organisasi KPI?
3. Gelar KLB KPI karena memang keadaannya sangat memaksa, sangat genting dan keadaannya juga luar biasa, sehingga suara pelaut yang punya hak kedaulatan yang sah yang berkewajiban sekaligus bertanggungjawab untuk menggelar KLB KPI tanpa perlu diperdebatkan lagi, dan tentunya dengan cara-cara yang dilakukan secara demokratis, berintegritas dan akuntabel dari, oleh dan untuk pelautnya sendiri?
Demikian dan terima kasih.
Selamat Berjuang Selalu Sahabat . . .
Jakarta, 21 Juni 2016.
Mungkin itulah Artikel Berita Hari ini dan terimakasih telah baca postingan Apakah KPI Harus Dibubarkan, Atau PP KPI Dilengserkan dan Gelar KLB KPI semoga berguna dan ada manfaat kami ucapkan "www.PelautOnline.com" job perusahaan kapal untuk pelaut terbaru 1 juni dan juli 2016